Hari ini kita memperingati Hari Anak Nasional (HAN) yang diperingati setiap 23 Juli. Namun, kita masih dihadapkan pada kenyataan bahwa jutaan anak hingga hari ini masih berjibaku dengan kelamnya kehidupan.
Berdasarkan cacatan yang dikeluarkan Kementerian Sosial, sekitar empat juta anak Indonesia, dalam kondisi telantar, dan 12 juta lainnya dalam kondisi rawan telantar.
Belum lagi masalah gizi buruk, anak jalanan, serta kasus lain yang membuat anak kehilangan hak-haknya. Masih hangat dalam pemberitaan, kita dikejutkan oleh tewasnya seorang bocah, Mohamad Basyir (11 tahun). Ia tewas bunuh diri karena keinginannya bersekolah tak bisa dipenuhi orang tuanya.
Basyir adalah contoh anak-anak telantar yang berasal dari keluarga miskin yang umumnya mengalami putus sekolah. Masih banyak Basyir-basyir lainnya di negeri ini.
Padahal, pendidikan menjadi salah satu cara memutus rantai kemiskinan. Betapa tidak, orang miskin akan melahirkan anak-anak miskin lagi. Sehingga, seperti benang kusut, persoalan kemiskinan tidak pernah selesai.
Masalah lainnya yang membelit masalah anak di Indonesia adalah perdagangan anak (child trafficking), dan pelacuran anak. Kita juga miris tatkala mengetahui semakin tingginya anak-anak yang menjadi korban pornografi akibat maraknya peredaran film-film porno. Belum lagi tingginya angka kematian anak dan bayi, serta anak yang mengalami gizi buruk.
Dua hari lalu kita juga dikejutkan oleh laporan Komisi Perlindungan Anak (KPAI) yang mencatat 10 anak terluka akibat ledakan gas di dalam rumah, dalam kurun waktu empat bulan terakhir. Lagi-lagi anak yang menjadi korban. Salah satunya Rido Januar alias Ido (4 tahun).
Ido dan anak-anak lainnya semestinya memang tidak boleh menjadi korban kesalahan orang dewasa maupun pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan. Derita Basyir dan Ido sesungguhnya bukan semata derita keluarganya. Derita mereka adalah derita kita semuanya yang abai terhadap hak-hak anak.
Kita tentu berharap, peringatan rutin tahunan Hari Anak Nasional ini bisa menjadi momentum, termasuk bagi para orang tua dalam memperlakukan buah hatinya. Kita tak ingin kondisi anak-anak Indonesia masih dihiasi potret suram.
Pemerintah juga harus lebih serius memperhatikan dampak pembangunan perkotaan terhadap kondisi anak-anak. Dari hari ke hari, pesatnya pembangunan acap kali mengabaikan hak-hak anak. Misalnya, areal anak-anak tergerus bangunan gedung perkantoran dan perbelanjaan.
Kondisi ini jelas akan membuat anak-anak kehilangan lahan bermain untuk mengekspresikan kemampuannya. Fakta bicara, makin sedikit fasilitas umum dan fasilitas sosial yang didedikasikan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.
Satu hal yang kita harapkan, pemerintah harus lebih memperhatikan kehidupan anak bangsa. Pemerintah harus lebih responsif terhadap masalah-masalah anak. Peringatan Hari Anak Nasional bukan hanya peringatan seremonial, tapi harus ada langkah nyata.
Anak-anak adalah masa depan negeri ini. Merekalah mutiara-mutiara harapan bangsa. Saatnya kita lebih peduli terhadap tumbuh kembang anak bangsa.
Berdasarkan cacatan yang dikeluarkan Kementerian Sosial, sekitar empat juta anak Indonesia, dalam kondisi telantar, dan 12 juta lainnya dalam kondisi rawan telantar.
Belum lagi masalah gizi buruk, anak jalanan, serta kasus lain yang membuat anak kehilangan hak-haknya. Masih hangat dalam pemberitaan, kita dikejutkan oleh tewasnya seorang bocah, Mohamad Basyir (11 tahun). Ia tewas bunuh diri karena keinginannya bersekolah tak bisa dipenuhi orang tuanya.
Basyir adalah contoh anak-anak telantar yang berasal dari keluarga miskin yang umumnya mengalami putus sekolah. Masih banyak Basyir-basyir lainnya di negeri ini.
Padahal, pendidikan menjadi salah satu cara memutus rantai kemiskinan. Betapa tidak, orang miskin akan melahirkan anak-anak miskin lagi. Sehingga, seperti benang kusut, persoalan kemiskinan tidak pernah selesai.
Masalah lainnya yang membelit masalah anak di Indonesia adalah perdagangan anak (child trafficking), dan pelacuran anak. Kita juga miris tatkala mengetahui semakin tingginya anak-anak yang menjadi korban pornografi akibat maraknya peredaran film-film porno. Belum lagi tingginya angka kematian anak dan bayi, serta anak yang mengalami gizi buruk.
Dua hari lalu kita juga dikejutkan oleh laporan Komisi Perlindungan Anak (KPAI) yang mencatat 10 anak terluka akibat ledakan gas di dalam rumah, dalam kurun waktu empat bulan terakhir. Lagi-lagi anak yang menjadi korban. Salah satunya Rido Januar alias Ido (4 tahun).
Ido dan anak-anak lainnya semestinya memang tidak boleh menjadi korban kesalahan orang dewasa maupun pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan. Derita Basyir dan Ido sesungguhnya bukan semata derita keluarganya. Derita mereka adalah derita kita semuanya yang abai terhadap hak-hak anak.
Kita tentu berharap, peringatan rutin tahunan Hari Anak Nasional ini bisa menjadi momentum, termasuk bagi para orang tua dalam memperlakukan buah hatinya. Kita tak ingin kondisi anak-anak Indonesia masih dihiasi potret suram.
Pemerintah juga harus lebih serius memperhatikan dampak pembangunan perkotaan terhadap kondisi anak-anak. Dari hari ke hari, pesatnya pembangunan acap kali mengabaikan hak-hak anak. Misalnya, areal anak-anak tergerus bangunan gedung perkantoran dan perbelanjaan.
Kondisi ini jelas akan membuat anak-anak kehilangan lahan bermain untuk mengekspresikan kemampuannya. Fakta bicara, makin sedikit fasilitas umum dan fasilitas sosial yang didedikasikan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.
Satu hal yang kita harapkan, pemerintah harus lebih memperhatikan kehidupan anak bangsa. Pemerintah harus lebih responsif terhadap masalah-masalah anak. Peringatan Hari Anak Nasional bukan hanya peringatan seremonial, tapi harus ada langkah nyata.
Anak-anak adalah masa depan negeri ini. Merekalah mutiara-mutiara harapan bangsa. Saatnya kita lebih peduli terhadap tumbuh kembang anak bangsa.
Komentar
Posting Komentar