Langsung ke konten utama

: Pendidikan Pasca-UU BHP

Oleh Azyumardi Azra


Banyak masyarakat merasa lega dengan pembatalan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 31 Maret lalu. UU BHP tersebut sejak awalnya kontroversial dan ditentang banyak kalangan: dari kelompok mahasiswa; orang tua mahasiswa; organisasi swasta penyelenggara pendidikan, khususnya perguruan tinggi (PT); lingkungan pesantren; dan berbagai kalangan pemangku kepentingan (stakeholders ) lainnya.

MK ternyata sependapat dengan para pemangku kepentingan menentang UU BHP. Karena, MK melihat bahwa UU itu pada dasarnya adalah upaya penyeragaman kelembagaan pendidikan, mulai yang negeri dan swasta yang sepanjang sejarah beragam. Walaupun beragam dan kebanyakan hidup secara pas-pasan, mereka telah memberikan kontribusi yang tidak bisa diabaikan terhadap kemajuan pendidikan dan tentu turut mencerdaskan anak-anak bangsa.

Lebih jauh, MK juga memahami pandangan para penentang bahwa UU BHP juga merupakan legalisasi privatisasi dan komersialisasi pendidikan, khususnya perguruan tinggi negeri (PTN). Gejala itu sudah terlihat dalam dasawarsa terakhir ketika berbagai PTN, baik yang sudah menjadi BHMN maupun yang non-BHMN, memperkenalkan peningkatan pembiayaan pembelajaran melalui macam-macam skema yang harus dibayar masyarakat.

Kita masih harus menunggu respons dan langkah konkret Kemendiknas, Dikti, PTN BHMN, dan PTN lain yang sedang menyiapkan diri menjadi BHP atau bahkan BLU. Satu hal sudah pasti, para pemangku kepentingan berharap, langkah para pihak ini mengandung substansi yang sama dengan UU BHP yang telah dibatalkan tersebut.

Bagaimanapun pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, merupakan bagian dari usaha untuk mewujudkan  public good , kebajikan publik. Maksud dari kebajikan publik adalah pendidikan bertujuan membangun generasi bangsa yang unggul dalam iptek dan imtak. Kebajikan publik itu lebih jauh terlihat dalam perincian tujuan-tujuan ideal pendidikan untuk menghasilkan anak bangsa yang menguasai ilmu dan keterampilan; memiliki karakter sesuai jati diri bangsa; dan siap menghadapi tantangan globalisasi. Semua ini adalah tujuan mulia untuk mewujudkan  public good yang mestinya merupakan tanggung jawab negara, bukan mengalihkannya kepada masyarakat.

Untuk tingkat dasar dan menengah, pembiayaan pendidikan sepenuhnya dipikul pemerintah. Akan tetapi, ini hanya berlaku untuk sekolah/madrasah negeri, tidak untuk sekolah swasta. Bahkan, untuk sekolah/madrasah negeri, bukan rahasia lagi, masyarakat masih juga harus mengeluarkan berbagai biaya tambahan yang bisa disebut 'tidak resmi' atau 'setengah resmi', baik ketika memasukkan anak maupun selama si anak  menempuh pendidikannya sampai tamat. Jadi, jika ada pernyataan 'pendidikan gratis', itu hanya mungkin mencakup SPP dan tidak biaya-biaya lainnya.

Sedangkan, untuk pendidikan tinggi, pemerintah cenderung memberlakukan prinsip 'otonomi'. dalam hal ini, PTN dapat mengambil berbagai kebijakan menyangkut pembiayaan. Apalagi, dalam kenyataannya selama ini, dana yang disediakan APBN tidak pernah memadai untuk menutupi pembiayaan yang mesti dikeluarkan PTN. Hasilnya, mereka harus menggali sumber-sumber dana yang mungkin untuk memenuhi biaya operasional, khususnya melalui mahasiswa. Lebih dari itu, banyak PTN juga berusaha menggalang dana guna peningkatan kesejahteraan dosen dan karyawan karena gaji yang disediakan pemerintah tidak cukup untuk membuat mereka sejahtera.

Dalam konteks itu, pencabutan UU BHP mendatangkan dilema yang sulit bagi dunia pendidikan kita, khususnya sekolah/madrasah negeri. Pada satu pihak, pemerintah tetap tidak atau belum mampu menyediakan anggaran memadai untuk terselenggaranya pendidikan sehari-hari, apalagi pendidikan berkualitas tinggi yang kompetitif. Memang, terjadi peningkatan anggaran sampai 20 persen dari APBN (termasuk gaji), tetapi pertambahan dana itu belum mampu, misalnya, membuat gedung sekolah yang tidak reot atau roboh. Dengan kata lain, peningkatan anggaran pendidikan ternyata tidak serta-merta membuat fasilitas dan proses pembelajaran kian meningkat pula.

Pada pihak lain, sekolah/madrasah dan PTN usai pencabutan UU BHP agaknya tidak lagi terlalu bebas melakukan berbagai pungutan, yang diharapkan dapat menutup kekurangan anggaran, kecuali lembaga-lembaga pendidikan ini melakukan berbagai trick atau skema tertentu yang membuat peserta didik membayar pungutan-pungutan tersebut. Di tengah pergulatan seperti ini, persoalan peningkatan mutu cenderung terlupakan sehingga pendidikan kita tetap tidak kompetitif di tengah persaingan global yang kian keras.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Istilah-sitilah dalam bidang Seni dan Budaya

Istilah-sitilah dalam bidang Seni dan Budaya Aesteties : bersifat indah, karya seni yang indah, nilai-nilai keindahan. Aliran : ciri ekspresi personal yang khas dari seniman dalam menyajikan karyanya – isi karya (makna). Alur : rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama dan menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan cerita kearah klimaks dan penyelesaian. Antagonis : tokoh pertentangan, lawan tokoh protagonist. Anti Tips Casting : pemilihan pemain berlawanan dengan sifat asli pemain. Art Seni : kepandaian, sesuatu yang indah, kagunan, anggitan. Atmos : suasana perasaan yang bersifat imajinatif dalam naskah drama yang diciptakan pengarangnya. Atau suasana berkarakter yang tercipta dalam pergelaran drama. Babak : bagian besar dari suatu drama atau lakon (terdiri atas beberapa adegan). Balance : keseimbangan unsur rupa. Basics design : dasar-dasar desain, nirmana. Basics visual : dasar-dasar rupa, rupa dasar. Blocking : teknik pengaturan langkah-

Istilah-istilah dalam Bidang Software (Perangkat Lunak)

Abstraction Merupakan prinsip penyederhanaan dari sesuatu yang kompleks dengan cara memodelkan kelas sesuai dengan masalahnya Algoritma Urutan langkah-langkah logis penyelesaian masalah yang disusun secara sistematis  Array Struktur data yang menyimpan sekumpulan elemen yang bertipe sama Atribut Karakteristik atau ciri yang membedakan antara entitas satu dengan entitas yang lainnya Authentication Proses memeriksa keabsahan seseorang sebagai user (pengguna) pada suatu system (misalnya pada DBMS) Basic Input/Output System (BIOS) Kode-kode program yang pertama kali dijalankan ketika komputer dinyalakan (booting) Basis data (database) Kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tersimpan dalam perangkat keras komputer dan digunakan perangkat lunak untuk memanipulasinya Command Line Interface (CLI) Antar muka pengguna dengan model perintah-perintah teks Compiler Penerjemah bahasa pemrograman tingkat tinggi ke bahasa mesin

Istilah dalam bidang kuliner - Masakan

R Ready plate : siap diracik dipiring Robert sauce : merupakan turunan saus demiglace yang ditambah dengan bawang Bombay, anggur putih, mustard, merica dan cuka Rolled : Potongan tipis dan digulung pada proses membuat Rolled Beef Rosemary : Dipakai untuk membumbui pada waktu membuat Roast dari Beef, poultry Roux : Kombinasi flour (terigu) dan butter sebagai pengental soup atau sauce. Bila prosesnya dengan panas disebut Roux. Jika dingin istilahnya burre manie Rub : Mengoleskan sesuatu bahan ke atas permukaan hidangan agar memperoleh warna mengkilat S Salad : Hidangan yang berasal dari bahan makanan yang segar dengan sauce yang berasa asam Salad dressing : Saus yang mendampingi hidangan salad Salamander : Oven dengan menggunakan api atas untuk memberi warna coklat pada permukaan hidangan Sasaran pemasaran : gambaran keinginan perusahaan di masa depan. Sasaran pemasaran dapat dibuat jangka pendek atau jangka panjang. Sauce : Caian semi liquid yang digunakan sebagai pengaro