Oleh M Fathurahman
Hari ini negara Indonesia memperingati Hari Anak Nasional. Hari di mana eksistensi seorang anak diakui secara sah. Sebab, anak adalah anugerah yang sangat penting bagi keberlangsungan sebuah keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama.
Dalam bingkai agama dan sosial, anak adalah jiilul-ajyaal (penerus generasi) yang memiliki fungsi penting, yakni meluasnya ajaran agama dan pelestari kehidupan manusia.
Namun demikian, acap kali manusia lupa bahwa kehadiran anak tidak selalu pada posisi qurratul 'ain (penyejuk mata). Tidak jarang ditemukan bahwa kehadiran anak dapat berpotensi menjadi aduwwan wa fitnatan (musuh dan cobaan). Perihal ini telah ditegaskan oleh Allah dalam surah at-Taghabun [64] ayat 14. "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu."
Dalam ayat berikutnya dijelaskan pula bahwa, "Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu)." (QS At-Taghabun [64]: 15).
Dari kedua ayat di atas, tampak jelas bahwa betapa pentingnya upaya mendidik dan membesarkan anak dengan berlandaskan agama. Mendidik tidak hanya selesai dengan lulusnya anak dari berbagai jenjang pendidikan. Namun, mendidik dapat dikatakan berhasil manakala orang tua dan guru, mampu menyadarkan anak dari tipu daya duniawi dengan berorientasi pada semangat kehidupan yang abadi (ukhrawi). (QS ad-Dhuha [93]: 4).
Dalam surah at-Tahrim [66]: 6, dijelaskan: "Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka." Tentang ayat ini, para mufassir telah menyepakati bahwa kewajiban mendidik anak adalah tugas orang dewasa di sekitarnya, meskipun khitab (objek perintah) dalam ayat tersebut seolah hanya kewajiban seorang ayah (suami).
Oleh karenanya, upaya pendidikan menuntut kesungguhan kedua orang tua dalam memberikan penyadaran dan pemahaman, bahwa dunia yang kini ditempati tidak lebih dari sebuah konsep "mataa'ul ghurur" atau perhiasan yang menipu. Orang tua yang diberikan amanah berupa anak, diwajibkan mendidiknya menjadi anak-anak yang berbakti.
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami, pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa." (QS al-Furqan [25]: 74).
Karena itu, peringatan Hari Anak Nasional pada setiap 23 Juli, tidak dimaknai hanya sebatas gegap gempita yang bersifat duniawi, namun memiliki substansi lebih, yakni penyadaran dan pendidikan keagamaan. Wallahu a'lam.
Dalam bingkai agama dan sosial, anak adalah jiilul-ajyaal (penerus generasi) yang memiliki fungsi penting, yakni meluasnya ajaran agama dan pelestari kehidupan manusia.
Namun demikian, acap kali manusia lupa bahwa kehadiran anak tidak selalu pada posisi qurratul 'ain (penyejuk mata). Tidak jarang ditemukan bahwa kehadiran anak dapat berpotensi menjadi aduwwan wa fitnatan (musuh dan cobaan). Perihal ini telah ditegaskan oleh Allah dalam surah at-Taghabun [64] ayat 14. "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu."
Dalam ayat berikutnya dijelaskan pula bahwa, "Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu)." (QS At-Taghabun [64]: 15).
Dari kedua ayat di atas, tampak jelas bahwa betapa pentingnya upaya mendidik dan membesarkan anak dengan berlandaskan agama. Mendidik tidak hanya selesai dengan lulusnya anak dari berbagai jenjang pendidikan. Namun, mendidik dapat dikatakan berhasil manakala orang tua dan guru, mampu menyadarkan anak dari tipu daya duniawi dengan berorientasi pada semangat kehidupan yang abadi (ukhrawi). (QS ad-Dhuha [93]: 4).
Dalam surah at-Tahrim [66]: 6, dijelaskan: "Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka." Tentang ayat ini, para mufassir telah menyepakati bahwa kewajiban mendidik anak adalah tugas orang dewasa di sekitarnya, meskipun khitab (objek perintah) dalam ayat tersebut seolah hanya kewajiban seorang ayah (suami).
Oleh karenanya, upaya pendidikan menuntut kesungguhan kedua orang tua dalam memberikan penyadaran dan pemahaman, bahwa dunia yang kini ditempati tidak lebih dari sebuah konsep "mataa'ul ghurur" atau perhiasan yang menipu. Orang tua yang diberikan amanah berupa anak, diwajibkan mendidiknya menjadi anak-anak yang berbakti.
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami, pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa." (QS al-Furqan [25]: 74).
Karena itu, peringatan Hari Anak Nasional pada setiap 23 Juli, tidak dimaknai hanya sebatas gegap gempita yang bersifat duniawi, namun memiliki substansi lebih, yakni penyadaran dan pendidikan keagamaan. Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar